Published on borak kosong |
Mungkin hanya orang-orang yang nekat atau putus asa yang berani menjajal terapi ini. Ada sebuah pengobatan di Cina yang dilakukan dengan cara membakar sel-sel otak untuk menyembuhkan pasien gangguan mental. Ya, mungkin hanya pasien gangguan mental yang bersedia mencobanya.
Pengobatan ini sebenarnya bersifat medis, namun masih menjadi kontroversi di kalangan para ahli sampai sekarang. Prosedurnya disebut ablasi nucleus accumbens, di mana ahli bedah membakar bagian otak yang berfungsi memproses kesenangan.
Prosedur ini pernah dilarang pada tahun 2004, namun beberapa rumah sakit tampaknya masih melakukannya pada pasien penyakit mental seperti depresi, gangguan obsesif kompulsif dan kecanduan. Beberapa operasi juga dilakukan untuk tujuan penelitian.
Operasi ini dilakukan dengan kondisi pasien masih terjaga. Bagian otak yang ditargetkan adalah nucleus accumbens yang menghasilkan hormon dopamin dan endogen. Sejumlah kecil sel-sel otak di area ini akan dibakar sampai mati.
Bagian otak ini bertanggung jawab atas terjadinya kecanduan dan juga berfungsi mengontrol perasaan senang. Pada pasien penyakit mental lain selain kecanduan, pembakaran sel-sel otak bisa ditujukan pada bagian lain yang bertanggungjawab atas terjadinya penyakit.
Operasi ini pernah memicu kontroversi di barat pada tahun 1930-an, namun praktiknya belum lenyap sama sekali. Di Amerika Serikat dan Inggris, operasi seperti ini dilakukan kurang dari 25 kali dalam setahun. Kebanyakan ditujukan untuk meredakan gejala depresi berat dan gangguan obsesif kompulsif.
Sebelum menjalani operasi ini, umumnya dibutuhkan waktu setahun untuk mendapat persetujuan pasien. Menurut beberapa ahli, seharusnya operasi ekstrim ini juga meminta persetujuan ahli saraf, ahli etika, psikiater dan ahli bedah terlebih dahulu.
Sayangnya, prosedur pengobatan di China tampaknya tidak perlu berbelit-belit. Seorang dokter bedah di sana mengaku telah melakukan prosedur ini sebanyak hampir 1.000 kali pada tahun 2007. Beberapa keluarga pasien mengaku dipaksa menyetujui prosedur ini dan seringkali menyebabkan anggota keluarganya mengidap gangguan lain yang tidak pernah dialami sebelumnya.
Misalnya, ada yang mengaku anggota keluarganya menjadi cacat fisik setelah menjalani ablasi nucleus accumbens. Ada seorang mantan pasien wanita yang meneteskan air liur tak terkendali dan lengan kanannya lumpuh. Ada juga seorang pemuda yang jadi melantur bicaranya.
Tentu saja pasien yang ingin menjalani operasi ini harus berpikir seribu kali. Selain berisiko, biayanya juga amat mahal dan seringkali tak selesai hanya dengan sekali terapi. Beberapa dokter mematok biaya US$ 5.000 atau sekitar Rp 48 juta, jauh melebihi pendapatan rata-rata warga Cina.
Penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal kedokteran di Barat menjelaskan bahwa metode ini memang amat berisiko. Dari 60 orang peserta penelitian yang ingin mengobati kecanduan, lebih dari separuh berakhir dengan efek samping permanen setelah menjalani ablasi nucleus accumbens berupa hilang ingatan.
Sebanyak 53 persen peserta penelitian mengalami perubahan kepribadian. Dokter mengatakan bahwa perubahan yang terjadi sering membuat pasien jadi lebih penurut. Dalam waktu 5 tahun setelah menjalani operasi, 53 persen peserta kumat penyakitnya.
No comments:
Post a Comment